Tepian 2

Ditepian tersebut, arah menunjukan satu kelemahan hati, riak air tenang menghanyutkan pikiran yang masih penuh teka-teki, dia sedang duduk menepi ditepian. 
Untuk ketiga kalinya sendiri, seuntai harapan dipanjatkannya kala itu walau dia tau itu tak mungkin, harapan akan ada bersamanya sosok dua hari lalu yang menemaninya disana, sosok yang berturut-turut hadir disitu dengan senyum yang masih saja teringat dalam benaknya. Hari ini tak mungkin karena sama sekali tak ada janji, tapi senyum orang-orang yang lalu lalang yang dia kenal seperti menertawakan keadaannya, hahh!!! sore yang aneh sekali pikirnya, tapi dia menikmati atmosfer tersebut, dia tersenyum lagi dan tersenyum lagi dan akhirnya pergi.


Kali kedua sendiri ditepian tersebut mungkin sudah pada waktu yang tidak normal, setelah mengucapkan selamat malam pada teman-teman yang bertanda selesai sudah senda gurau malam itu, dia mengikuti arah pulang seperti biasa tapi akhirnya menukik ditikungan dan beralih kembali diversinya, versi mereka berdua. Sendiri lagi, sepertinya ini kali pertama rokok ditangannya habis ditepian tersebut, yang mana sebelumnya selalu hanya setengahnya saja kandungan nikotin tersebut dinikmatinya. Sepi, hanya suara-suara binatang malam yang terdengar dan semilir angin yang menghembuskan rambutnya. Kali ini dia tak berharap, dia tau, yang ditunggunya sedang diluar kota dan menikmti view indah juga disana.

Dan ketika untuk pertamakalinya dia sendiri ditempat tersebut, tepian versi kita, itu istilahnya, dan malam itu dia seperti berdialog dengan dirinya sendiri, mau ngapain disini?, cari inspirasi?, cari hantu?, melamun?, ahhh seperti tak ada tempat lain saja. Tidak, bukan sekedar cari inspirasi atau cari hantu atau hanya melamun,  dan juga bukan tak ada tempat lain yang bisa dikunjungi, tapi lebih dari sekedar itu, ada rindu yang dirasakannya beberapa waktu terakhir disini, menemui seseorang.

Apa sebenarnya artikulasi dari ini semua, membelai situasi yang untuk diri sendiri saja masih tidak karuan, tapi ada rasa ingin berbagi perasaan dan meringankan beban orang lain walau biarlah diri sendiri ini hancur melebur dan akhirnya tak menjadi berarti.
Mungkin ini hanya soal perbedaan dalam mengartikan apa yang sudah terjadi, atau hanya  terlalu terbawa oleh suasana?, atau hanya rasa sepi dan rindu sosok seseorang yang bisa mendengar keluh kesah, bisa diajak berbicara dari hati kehati.
Sudah lama, dia selalu menanti saat-saat seperti ini.


                                                                         ****

Dua pasangan sedang  larut dalam suasana, pria dan wanita, bukan seperti suasana sebuah ruang bawah tanah yang pengap, menggapai-gapai mencoba lepas dari ruang hampa udara. Tapi ini tempat yang indah, dialog khusus, seperti yang akan teringat apabila ada satu system saja mendeteksi satu huruf atau kejadian. Gara-gara membahas nomor handphone yang sudah lama sekali terpakai dan masih dipakai sampai sekarang.

“heyyy... ini  seperti film yang pernah kita lihat beberapa waktu lalu, tentang kesetiaan.... jadi tak salah bila mendeteksi kesetiaan seseorang dari setiap apa yang dipakainya”. Ujar sang wanita.

“maksudnya, dari barang-barang yang dipakai?, seperti nomer HP ini?. ahh tak mencerminkan. Jawab sang pria “saya cenderung berpikiran kalau itu adalah jodoh, ya, jodoh terhadap sesuatu atau barang yang kita miliki, pada kasus ini mungkin nomer hp tersebut...”. tambahnya.

“kebetulan...”

“saya tak percaya dengan kebetulan, mungkin itu hanya kata yang dipakai bila ada sesuatu yang terjadi secara bertepatan waktunya dan sangat-sangat memerlukan pengungkapan, jadi ya itu tadi, kebetulan, kata yang pas.” Sang Pria menjelaskan.

“saya tak paham....”

“suatu saat kamu pasti memahami itu....” ujar sang pria.

“ jadi seperti apa...?”

“seperti.... (dalam hati “sulit mengartikan suasana hati saya saat ini, ini pertemuan kita yang keberapa, saya lupa, dan saya ingin selalu saja bertemu denganmu......”), seperti teman saya..... sekarang dia ada disebelah kita saat ini, agak jauh sih...”. sang pria menunjuk kearah kiri mereka, tampak satu sosok yang sedak duduk sendirian menikmati malam tak jauh dari mereka duduk dan hanya tampak seperti bayangan saja.

Dari sudut tak jauh dari yang berdialog tadi, ada satu mata memandang, sebelumnya dia hadir mengantar segelas kopi buat sang sahabat yang sedang berdialog diatas, kopi itu dibelinya dari sebuah  kedai kopi yang tak jauh dari tepian tersebut.   
Apakah dia menyadari apa yang sedang dilakukan sang sahabat,  ketika sedang melintas ditepian dia melihat sepeda motor yang sangat dikenalinya, dia berhenti lalu melirik sejenak dan akhirnya pergi lagi kemudian kembali dengan membawa secangkir kopi, “ini buat menunggu”, dia meletakan tepat disamping sang sahabat duduk yang saat itu ekspresi wajahnya terlihat kaget, dalam benaknya mungkin bertanya-tanya dan dia tetap tak memperdulikannya, “hati-hati kesambet, aku disebelah...” nadanya yakin, lalu berpaling sebelum sang sahabat mengucapkan terimakasih, tapi dia mendengar sahabatnya itu mengucapkannya.

Waktu Berlalu dan biarlah sang sahabat menunggu sambil menikmati segelas kopi pemberiannnya tanpa banyak bertanya, semoga yang ditunggunya cepat hadir disana, nanti sang sahabat akan bercerita setelah urusannnya selesai, dia yakin begitu walau tidak untuk waktu cepat mungkin waktu akan datang pasti semua unek-unek akan keluar langsung dari mulut sahabatnya itu sendiri. Dia memiliki kepercayaaan yang lebih terhadap sahabatnya itu hingga kejujuran dinomor duakan, ya karena menurutnya kejujuran itu hanya ada dalam diri masing-masing individu, sedangkan kepercayaan bisa melebihi apapun. Cepat atau lambat semua akan menjadi satu kesatuan yang akan ada akhirnya, baik itu berakhir buruk atau baik yang mengakhiri episode setiap hidup manusia.

Seperti bila berbicara soal kebetulan ini dan kebetulan itu atau kebetulan-kebetulan lainnya, dia dan sahabatnya sering berbicara dari hati kehati membahas sesuatu yang tak mungkin dan mungkin, sebenarnya kemungkinan itu pasti ada, kita sebagai manusia hanya bisa menerka sambil berusaha dan pada akhirnya tuhan juga yang mengambil setiap keputusan. Dan kini saat dia menepi tak jauh dari sang sahabat yang sedang menikmati suasana indah, dia hanya tersenyum mengingat kisah-kisahnya yang sudah berlalu. Mungkin ini jodoh. Takdir tuhan yang tidak bisa ada yang melawan, jodoh yang sudah  berakhir, dia yang kini tak lagi bersama sang pujaan hati tak mampu menahan kerasnya aral-aral yang ada pada hubungan yang telah tercipta, dua tahun bersama-sama menjalani hidup disuatu kota dan akhirnya berpisah selama dua tahun juga dikota yang berbeda dan pada akhirnya bertemu lagi dikota yang sama. Pada pertemuan terakhir tersebut  ada perbedaan pendapat dan saat itulah sebenarnya keputusan yang tepat harus diambil, dia tak mampu menahan sang pujaan hati untuk tetap tinggal dikarenakan perselisihan keluarga dan kerasnya ego masing-masing. Dia membiarkannya pergi, tapi dengan janji untuk kembali dalam setahun berikutnya dengan membawa masalah yang sudah selesai,  dan dia memegang janji sang kekasih tersebut. Tapi hingga kini, dua tahun berlalu dan tiada kabar sedikitpun dari seberang sana, waktu terus berjalan dan rasa cinta masih tetap ada, dalam batinnya bertanya-tanya pentingkah menepati sebuah janji yang terucap, dan apa imbasnya bila sebuah janji itu tak ditepati, sementara dia masih setia menunggu dan selalu ada keinginan menyusul dan menemui sang kekasih dikota itu, tetapi itu memerlukan biaya yang sangat tidak sedikit dan realitanya sangat tidak mungkin untuk pergi diwaktu-waktu saat ini. Dia menghela nafas, memang setiap jalan manusia harus berbeda, seandainya dia mampu memberi keyakinan dan menahannya untuk tetap tinggal dan memilih hidup bersama tanpa memikirkan pihak-pihak lain seperti keluarga dan orang-orang terdekatnya itu adalah tindakan egois, memulai masalah baru yang dilewati bersama-sama dan tinggal menunggu waktu yang memproses semoga kedepannya semua keadaan akan berdamai dan menjadi baik-baik saja. Yang penting bisa selalu bersama, dan kesempatan untuk melakukan hal itu tidak dilakukannya hingga sampailah dia sampai pada saat sekarang ini, tapi tegar. Dia melirik kesahabat yang tadi dia berikan segelas kopi, tak jauh darinya, sekarang sahabatnya itu sedang  tidak menunggu lagi. Disana mereka mempunyai kesempatan yang sangat banyak sekarang untuk membangun dan menciptakan mimpi-mimpi. Sepertinya mereka sedang berdialog, berdebat saling tukar pendapat. Itu adalah sebuah kesempatan.

“aku akan menunggu cerita-ceritamu wahai sahabat, aku percaya engkau pasti bercerita padaku. Gunakan kesempatan itu sebaik mungkin...”. dia bergumam lirih, tersenyum.

Kembali ketempat pasangan  yang berdialog tadi, view ditepian itu makin indah, sisa hujan tadi siang membiaskan kabut pada lampu-lampu gantung yang berjejer diseputaran tepian tersebut. Kini tinggal mengartikan apa yang sedang mereka lakukan disana.

“jadi tadi dia memberikan secangkir kopi buat kamu untuk menunggu saya...?”. tanya sang wanita.
“iya, saya juga kaget tiba-tiba dia muncul dan memberikan ini...” sambil mengangkat gelas tersebut lalu sang pria meminumnya tak lupa menawarkan kepada sang wanita, ingin berbagi.

“terimakasih, kalau minum kopi saya jadi susah tidur. baik sekali ya teman kamu...”

“iya, namanya juga teman, pasti ada rasa pengertian, dan dia tau saya sedang menunggu kamu disini, secangkir kopi ini menjadi teman saya saat menunggu kamu tadi...”

“darimana dia tau kamu sedang menunggu saya...”. sang wanita bertanya.

“saya bercerita sebelum-sebelumnya saya sering menemui kamu disini... dari situlah mungkin dia bisa menduga apa yang sedang saya lakukan disini sendirian tadi...”. sang pria memberikan jawaban, tepian itu berkabut, tempat ini menjadi favorit warga dikota tersebut untuk sekedar duduk-duduk menikmati keindahan.

“kamu pernah bilang lebih baik bertanya daripada menduga-duga, dan dia tidak bertanya tapi dugaannya benar...”. sang wanita bertanya, mencoba mengulang kata-kata yang pernah diucapkan sang pria beberapa waktu lalu.

“hahaha... feeling...” sang pria tertawa kecil, lalu melanjutkan, “ Feeling biasanya 99% benar. Tapi dalam hal ini ikatan batin mungkin lebih mempengaruhi, saya akrab dengannya dan sering berbagi cerita dan feelingnya kali ini bukan 99% lagi tapi sudah 100% benar untuk dugaannya tadi...”. feeling kebanyakan selalu benar, biasanya itu datang dari lubuk hati yang paling dalam, memadukan apa yang terjadi disekitar dan menilainya dengan perasaan lalu mengambil keputusan. Kira-kira seperti itulah feeling.

“tapi terkadang sering salah juga kan?, semua orangkan mempunyai fikirannya masing-masing...”. sang wanita memberikan pendapat. Memang tak salah pendapatnya. Sebagai manusia yang mempunyai nalar dan fikiran biasanya lebih realistis. Tebakan salah merupakan hal yang wajar dan sering terjadi.

“iya.... itu sudah pasti”

“oleh karena itu biarlah saya berfikir kalau mendeteksi kesetiaan seseorang bisa dari barang-barang yang dipakainya, jadi kamu jangan membantah karena itu pendapat saya...”. sang wanita memberikan opininya. Mungkin ada alasan tersendiri dia berpendapat seperti itu, dan itu tidak salah lagi, masih dalam hal yang wajar.

“gak masalah, saya tak membantah.... Cuma sedikit tidak setuju saja...”. ujar sang pria.

“buktinya kamu setia dengan nomor handphone kamu...?”. sepertinya sang wanita ingin penjelasan dan alasan dalam membahas nomor hp tersebut.
 
“nomor ini tidak rusak. Nomor ini masih bisa saya pakai jadi buat apa saya mengganti dengan nomor lain, itu berarti saya masih jodoh dengan nomor ini dan selagi masih bisa saya pertahankan saya akan terus pakai nomor ini sampai akhirnya benar-benar sudah bisa tidak diperjuangkan lagi...” sang pria menjelaskan. Dia berfikir dia berjodoh dengan nomor tersebut yang sudah dipakainya hampir satu dekade. “tapi kalo hanya untuk sekedar nomor hp dizaman sekarang ini kalau saja hilang atau rusak bisa saja kan kita laporkan dan mendapatkan lagi dengan nomor yang sama, tapi bukan itu point nya. ”. tambah sang pria lagi. “sekarang mari kita ambil contoh pertemuan antara laki-laki dan perempuan soal jodoh...”

“oke, teruskan. Saya mendengarkan...”.

“iya itulah mungkin jodoh”. Lanjut sang pria. “pertemuan yang didasari oleh kesempatan, tinggal kita sebagai manusia memanfaatkan kesempatan itu untuk melanjutkan dan memperjuangkan hubungan tersebut menjadi seperti apa?, bila kesempatan tersebut dapat diteruskan menjadi suatu hubungan yang padu seperti sampai kejenjang pernikahan misalnya, berarti saat itu mereka berjodoh. seandainya sudah sampai pada titik dimana kesempatan mereka bersama memang tak dapat diperjuangkan lagi, itu sudah kehendak tuhan, takdir yang tak dapat kita hindari. Perpisahan akhirnya, dan jodoh mereka untuk bersama-sama selesai sampai disitu ”. terang sang pria panjang lebar mengenai pendapatnya, sebenarnya. apapun itu, pertemuan, perpisahaan semua itu terjadi oleh kehendak yang maha kuasa.

“jadi, kita ini ditakdirkan bertemu...?” ujar sang wanita perlahan dengan intonasi yang rendah, tatapannya lurus memandang ke area taman yang dihiasi bunga-bunga, sang pria menjawab dengan anggukan, suasana hening. Ada gundah dalam hatinya, entah apa, tapi dia senang suasana dan perasaannya saat ini. Gundahnya itu kerapuhannya sendiri.

Dua orang terpaku menatap wajah yang saling tersenyum, pria dan wanita, masih ditepian tersebut. kini apa yang ada dalam benak mereka, masing-masing merasa nyaman pada kondisi seperti itu. Itu kesempatan pertemuan yang sangat menentukan sebenarnya, ada perasaan yang tersimpan didalam hati keduanya, perasaan yang hanya dimengerti dalam diri masing-masing. Apakah harus diungkapkan atau dibiarkan saja mendiami sudut-sudut hati yang diselubungi ke-egoisan setiap manusia, masing-masing mempunyai kesempatan untuk sebuah pengungkapan, untuk sebuah kepastian, untuk sebuah komitmen, untuk sebuah usaha menjalankan dan mempertahankan setiap masalah yang akan dihadapi nanti, mereka sudah ditakdirkan bertemu. Tapi sepertinya masing-masing masih mencari arti dari apa yang terjadi antara keduanya.

 “kenapa kamu berfikiran dalam mendeteksi kesetiaan seseorang dari barang-barang yang biasa dugunakannya... bisa dijelaskan..?”. tanya sang pria disela-sela senyumannya.

Sang wanita berdiri, waktu sudah larut dan semakin larutnya view ditepian tersebut tambah menyajikan keindahan-keindahan yang sangat memukau, kabut diatas air berbias cahaya lampu gantung berwarna kuning dan suara-suara binatang malam bertanda mengakhiri pertemuan tersebut. 

“sudah waktunya saya pulang, saya jelaskan dilain kesempatan...” ujar sang wanita sambil berlalu.

 kabut masih menutupi arti dari apa yang terjadi antara mereka berdua.



Comments