Tak Sesingkat Apa Yang Kita Ingat.
Pernah mencari seseorang dan tahu di mana keberadaannya? Semisal
ketika kita sedang Miss Communication. Tanpa banyak berfikir tiba-tiba kita
langsung menuju ke suatu tempat dan Eureka! Kita benar-benar menemukannya di
sana. Dulu Yahoo!! Sekarang sudah zamannya Google. Penggunaan kata Eureka
barangkali lebih tepat daripada tambah memicu persaingan antara keduanya. Apasih!!!
Feeling? Klise dengernya, tapi dari situlah asalnya. “Kok
tahu Saya di sini?” Retoris juga pertanyaannya, tapi memang semua itu tak bisa
kita hindari di kehidupan sehari-hari, dengan catatan kaki : Sudah mengenal
satu sama lain, sering ngobrol, jalan bareng, ngopi bareng, curhat bareng dan
kebarengan-kebarengan yang lain.
Tapi coba kita kembali dulu ke paragraf awal dan mengubah
kalimatnya menjadi seperti ini. Pernah mencari seseorang atau sesuatu, tapi kita
tahu di mana kita akan mencarinya? Jawab : Google. Benar. Mesin pencarian yang
paling sering digunakan para pengguna dalam jaringan. Tapi masalahnya,
bagaimana kalau kita tak sedang Online? Tapi antara paragraf satu dan paragraf
tiga memang benar-benar tak bisa disamakan. Dengan kata lain. Berbeda keadaan.
Mencari sesuatu yang kita butuhkan setiap hari, berjalan,
menuju ke suatu tempat, mencari apa yang dibutuhkan. Selesai. Sesingkat itukah.
Semudah itukah. Atau malah begini, mencari apa yang kita butuhkan setiap hari,
tanpa harus berjalan, nyalakan internet, klik sana klik sini, negoisasi, deal,
barang datang. Lebih mudah dan singkat.
Ketika segalanya serba semakin mudah, apakah mendapatkannya
juga menjadi semakin mudah juga. Sangat Relatif sekali ini, semuanya akan
berujung kepada Budget dan kalimat-kalimat seperti ada uang, ada barang, dan
lain-lain. Lagi-lagi semua itu tetap “Berbeda keadaan”
Kalau kita tarik garis lurus, semuanya memang sudah sangat
serba singkat sekarang, di zaman ini, sesingkat kita mengatakan Hidup ini
singkat. Seperti pengembaraan batin yang menghubungkan pengembaraan dan
pemikiran sebagai satu tema pencarian ilmu pengetahuan, baik pengetahuan yang
mendunia maupun pengetahuan terdalam tentang diri dan posisi kita dalam alam
semesta. Di samping itu, pengetahuan yang kita dapat juga sangat cepat, informasi, berita dan sejenisnya. Tapi apa lacur? Biasanya, apa yang kita dapat dengan cara yang mudah, akan cepat berakhir dengan mudah juga, atau hanya selewat, mengetahui lantas melupakan. Mendengarkan lantas tak mengingat apa yang diucapkan.
Jadi teringat kisah Imam Al Ghazali. Tokoh Filsuf yang terkenal ini menurut kisah pernah tertohok oleh kata-kata seorang pemimpin Baduy yang buta huruf. Ia belajar di Universitas Gurgan di sudut tenggara Laut Kaspia. Selama empat tahun masa belajarnya, dia mempelajari metafisika, filsafat, matematika dan apa saja yang bisa Ia pelajari di sana. Pada perjalanan pulang dari Gurgan, Dia mengikuti karavan, sebagaimana yang dilakukan musafir ketika itu. Karavannya diserang suku Baduy, yang merampok semua milik mereka. Al Ghazali menaruh semua catatannya dala sebuah tas kulitnya, dan mereka merebutnya pula. Lalu dia mendatangi pemimpin Baduy, memintanya mengembalikan tas kulitnya. Dia mengatakan, catatannya tidak berguna untuk Baduy, yang buta huruf. Dalam catatan itu berisi semua pengetahuannya yang didapatnya di Gurgan. Lalu pemimpin Baduy melemparkan tas kulitnya itu ke arahnya dan berkata. "Aku pikir kamu belajar di universitas, dan bukan mencatat."
Al Ghazali terperanjat mendengarnya, lalu dia kembali ke universitas untuk belajar empat tahun lagi. Dia tidak membuat catatan, tapi mempelajari hal yang dapat membuatnya menjadi Ulama yang memimpin peradaban Islam.
Kelihatannya memang singkat. Seberapa berat perjuangan dan pada akhirnya ketika kita sampai pada suatu masa, semuanya memang akan serba singkat dalam ingatan. Dunianya memang masih sama, tapi orang-orangnya yang mendiaminya sudah berbeda. Sekelumit kisah Imam Al Ghazali di atas barangkali dapat kita pahami sendiri makna yang terkandung di dalamnya. Sebuah kisah yang indah, sangat inspiratif. Pengetahuan yang kita dapat dari dunia sekolah, perkuliahan, pengalaman, dunia kerja, media-media yang cepat dan lain-lain ternyata tak sesingkat setelah kita menamatkan sebuah studi di sekolah. "Ah, rasa-rasanya baru kemarin deh saya tamat sekolah" "Eh, perasaan baru kemarin melayangkan toga.." Dan pernyataan-pernyataan lain yang semakin membuat hidup ini terasa singkat, Dan akhirnya kita tersadar. Ke mana semuanya itu?
Jadi teringat kisah Imam Al Ghazali. Tokoh Filsuf yang terkenal ini menurut kisah pernah tertohok oleh kata-kata seorang pemimpin Baduy yang buta huruf. Ia belajar di Universitas Gurgan di sudut tenggara Laut Kaspia. Selama empat tahun masa belajarnya, dia mempelajari metafisika, filsafat, matematika dan apa saja yang bisa Ia pelajari di sana. Pada perjalanan pulang dari Gurgan, Dia mengikuti karavan, sebagaimana yang dilakukan musafir ketika itu. Karavannya diserang suku Baduy, yang merampok semua milik mereka. Al Ghazali menaruh semua catatannya dala sebuah tas kulitnya, dan mereka merebutnya pula. Lalu dia mendatangi pemimpin Baduy, memintanya mengembalikan tas kulitnya. Dia mengatakan, catatannya tidak berguna untuk Baduy, yang buta huruf. Dalam catatan itu berisi semua pengetahuannya yang didapatnya di Gurgan. Lalu pemimpin Baduy melemparkan tas kulitnya itu ke arahnya dan berkata. "Aku pikir kamu belajar di universitas, dan bukan mencatat."
Al Ghazali terperanjat mendengarnya, lalu dia kembali ke universitas untuk belajar empat tahun lagi. Dia tidak membuat catatan, tapi mempelajari hal yang dapat membuatnya menjadi Ulama yang memimpin peradaban Islam.
Kelihatannya memang singkat. Seberapa berat perjuangan dan pada akhirnya ketika kita sampai pada suatu masa, semuanya memang akan serba singkat dalam ingatan. Dunianya memang masih sama, tapi orang-orangnya yang mendiaminya sudah berbeda. Sekelumit kisah Imam Al Ghazali di atas barangkali dapat kita pahami sendiri makna yang terkandung di dalamnya. Sebuah kisah yang indah, sangat inspiratif. Pengetahuan yang kita dapat dari dunia sekolah, perkuliahan, pengalaman, dunia kerja, media-media yang cepat dan lain-lain ternyata tak sesingkat setelah kita menamatkan sebuah studi di sekolah. "Ah, rasa-rasanya baru kemarin deh saya tamat sekolah" "Eh, perasaan baru kemarin melayangkan toga.." Dan pernyataan-pernyataan lain yang semakin membuat hidup ini terasa singkat, Dan akhirnya kita tersadar. Ke mana semuanya itu?
Ketika segalanya serba semakin mudah, apakah mendapatkannya juga menjadi semakin mudah juga.
Comments