Karena Kita Adalah Pertanyaan
Membaca karya tulisan orang yang sama bisa jadi
memberikan dorongan yang berbeda terhadap diri kita atau bahkan pola pikir yang
kita anggap menyerupai. Beberapa dari penulis yang saya baca karya-karyanya,
sampai sekarang, sampai saya hapal dan terasa benar-benar terasuki oleh
karakter yang dibuat, gaya hidup, cara berfikir dan bertindak seolah memang
benar seperti, wah ini menginspirasi. Tanda lainnya bahwa ini yang mengiringi hidup
kita.
Ayu utami dengan novelnya yang berjudul Saman dan Larung.
Ini benar-benar menggerogoti imajinasi, buku yang saya baca sekitar tahun 2004
ini saya abadikan menjadi nama akun salah satu jejaring sosial saya @larungz (Hehe
boleh follow kok kalo mau, sudah tahu kan itu username untuk akun sosmed apa?)
Sekedar suka atau mungkin lebih dari itu, ngefans dengan
tokoh yang dibuat oleh sang pengarang. Sama halnya isi buku tersebut sudah
pasti saya sukai. Mungkin dalam alur cerita tidak sama dengan kehidupan kita,
tapi dalam hal jatuh cinta, terkadang alasan memang tak perlu diungkapkan.
Jadi, bukan secara tiba-tiba saya suka memakai nama itu. Saya rasa orang lain
juga ada yang melakukan hal seperti ini.
Ketika kita berbicara tentang waktu. Kapan? Semua akan
membicarkan cerita atau kisah-kisah hidup yang dihadapi, semua tak terlepas
dari waktu. Kita menciptakan sebuah momen, kita mengatur jam kerja, liburan,
bersantai bahkan bercocok tanam. Design waktu seperti keinginanmu. Menghalau
hal-hal berbau galau. Membaca dan menonton fim untuk yang kita sebut waktu
berkualitas, atau malah kita sendiri yang terhempas, diperbudak oleh waktu dan
lain sebagainya.
Pernahkah kita berfikir untuk mengembalikan waktu. Pasti
pernah. Dalam film Looper yang dibintangi Joseph Gordon Levit dan Bruce Willis
itu menceritakan bahwa mesin waktu telah ditemukan, tapi tak sembarang boleh
digunakan. Namanya juga film, sudah pasti full imajinasi, dan biasanya itu mewakili
hal-hal yang banyak orang pikirkan. Pada satu konflik di film tersebut, kedua
orang yang sama bertemu dalam sosok muda dan tuanya, yang intinya ingin merubah
masa depan dengan merubah perbuatan yang telah dilakukan pada masa muda.
Cerita tentang mesin waktu sebenarnya banyak kita temui.
Pada dasarnya manusia memiliki sifat menyesal, bukan? Kita selalu bisa ingin
kembali pada suatu masa ketika kita berbuat kesalahan, lalu memperbaikinya. Dan lagi rasa
keingintahuan manusia atas semua pertanyaan yang seliweran di benak. Sementara
apa yang kita lihat selama mata ini terbuka? Apa yang mengiringi kita? Apa yang
membuat kita survive? Bla bla bla dan segala bentuk pertanyaan yang terkadang
memang susah dicari jawabannya.
Kembali ke apa yang mengiringi kita. Tanpa sadar, alam bawah
sadar kitalah yang sebenarnya berfungsi mengontrol hal-hal berbau rahasia,
terkhusus untuk diri kita sendiri, seperti ketika kita membuat nomer pin untuk
ATM, password suatu akun dan lain-lain. Sementara ketika kita masih labil untuk
menentukan, alam bawah sadar dengan cepat memberikan aksesnya. Dari mana alam
bawah sadar kita itu? sudah jelas dari setiap kejadian yang manusia alami di
sekitarnya, di kehidupannya.
Alan Lightman di novelnya yang berjudul Mimpi-mimpi Einstein
banyak mengupas atau mengulas waktu. Semua tentang, semua berandaikan.
Seandainya waktu berwujud burung Bul-bul, waktu berdetak, waktu bergerak dan
melompat bersama burung-burung itu. Anak-anak ingin menghentikan waktu demi
untuk menangkap burung-burung itu sementara orang-orang tua ingin waktu cepat
berlalu dan juga menahannya walau hanya semenit untuk menikmati kopi dan
sarapan pagi. Dan terkadang bagi mereka waktu bergerak terlalu lambat bahkan
cepat, selalu terburu-buru dari satu kejadian ke kejadian lain. Dan juga mereka
merasa bahwa dunia tanpa ingatan adalah dunia saat ini.
Kita melihat makna dari sekitar. Semua berlalu. Yang
mengiringi kita, yang mendampingi kita. Semua berpengaruh. Menyibak makna
melalui derita dan cerita. Dan ternyata kita tak lebih dari sekedar apa. Karena
kita adalah pertanyaan. Dan akan selalu bertanya.
***
Comments