Hysteria


Selain tulis menulis, nonton bola, baca-baca dan jalan-jalan. Salah satu hobi saya sejak kecil adalah bermain musik. Waktu masih kelas satu SD, saya dibuatkan gitar-gitaran oleh Bapak. Mengapa gitar-gitaran, ya karena itu hanya sebuah gitar kecil dibuat dari papan dan balok kayu, fretnya terbuat dari potongan-potongan besi payung yang sudah tak terpakai lagi, juga tremolonya dari kayu yang didesign sedemikian rupa agar bisa disisipkan tali senar nylon sebagai dawai.

Menjelang remaja, waktu itu kelas satu SMP, barulah saya main gitar beneran. Gitar bolong merk kapok punya abang saya, belajar sendiri Chord-chord-nya dan dari gitar itulah saya mulai tertarik memainkan bermacam alat musik. Lalu saya jatuh cinta dengan bass.

Bass adalah bunyi dentuman besar dan rendah, cenderung sebagai musik pengiring. Bass bisa dikategorikan sebagai pelengkap musik dalam satu komposisi. Secara keseluruhan komposisi dalam musik akan terasa harmonis bila diiringi oleh bass. Baru-baru ini musicradar.com mengadakan polling untuk musik dengan line bass terbaik sepanjang masa dan lagu “Hysteria” milik grup musik Muse menempati posisi pertama, disusul peringkat kedua dan tiga oleh single "YYZ" milik band progressive rock Rush, dan "Another One Bites The Dust" milik band legendaris Queen.

Berbicara musik dan perkembangannya memang tak akan ada habisnya. Untuk bass line itu sendiri, secara tekhnis komposisi pada lagu Hysteria milik muse memiliki fingering yang cukup rumit, soundnya yang pada era musik sekarang ini disebut satu terobosan baru (bass + efek digital dengan aneka suara) menjadi satu kelebihan yang sungguh tak bisa dipungkiri bagaimana nendangnya kolaborasi sound system tersebut, namun satu hal yang paling penting menurut saya yaitu nada dari musik itu sendiri, mari dengarkan secara seksama lagu Hysteria, betapa indahnya dan harmonis.

Sebagai pecinta musik (dan saya juga memainkan musik – terutama bass) saya mengagumi Christopher Wolstenholme, pemain bass Muse. Selain Flea “RHCP” dan bassist dalam negeri kita Bondan Prakoso. Totalitas Christopher Wolstenholme dalam meracik musik bersama rekan segrupnya Matthew Bellamy adalah juara. Musik adalah kehidupan dan kehidupan harus diiringi dengan musik. Totalitas menggarap sebuah karya yang matang oleh buah pikiran individu sebagai manusia seni memang tak lepas dari talenta dan kerja keras juga media/sarana.

Musik, film, drama, karya tulis, lukisan dan sebagian besar karya-karya lain yang tercipta oleh manusia. Saya selalu apresiativ, tak jarang saya sampai berpikir lama setelah mendengar musik atau membaca sebuah buku dan menonton sebuah film. Bagaimana proses pembuatan itu berjalan?, dapat ide darimana karya itu? dan berjenis pertanyaan lain yang berkelabat hebat mengganggu system sarap melintas pada benak. Tentunya, semua hasil itu diraih dari kerja keras dari satu persen inspirasi yang datang.

Satu persen inspirasi dan sisanya kerja keras, sesuatu yang sederhana. Hanya terkadang sulit dilaksanakan. 

Kijang, 02 November 2012
Sekedar limaratus kata untuk hari ini.


Photo : Muhamad Nasrun


Comments