September (Sebuah Prosa TEntang Mimpi Dan keBERsamaan)



Sewaktu bersandar pada senja, kutebarkan jala dukaku ke lautan matamu. #Neruda
Tak selamanya senja itu indah, secara visual mungkin banyak orang menyukai, bayangkan awan berarak berkejaran pelan, langit berwarna jingga, daun gugur tertiup sepoi angin, dan matahari pelan-pelan turun diiringi kepak sayap burung-burung kembali ke sarang. Perubahan terjadi. Saya menyukai perubahan dan mencintai kenangan. Pada senja yang tak selamanya indah itu, secara diam-diam dalam ingatan, dalam relung palung terjauh degup jantung, ada kenangan yang saya cintai terkunci rapat dan rapi. Mungkin tentang kamu. Barangkali ada baiknya tak mencintai kenangan. Perubahan memang belum tentu menjadikan sesuatu lebih baik, tapi tanpa perubahan tidak akan ada kemajuan. Sedangkan kenangan adalah pintu masa depan.


Aku ingin menjadi keheningan untukmu; seakan kau tak ada, dan kau dengar aku dari jauh, tapi suaraku tak menyentuhmu. #Neruda

Ada yang datang ada yang pergi, ada yang hilang ada yang berganti, seperti angin pada senja bulan ini yang menyamarkan keadaan paling sebenarnya, keadaan yang tak harus terungkap atau terjadi, yang memberikan perubahan karakter bersamaan tiupan angin pelan, namun pasti, yang mampu merubah jiwa-jiwa terbang laju seperti anak panah yang tak akan kembali bila terlepas dari busur. Ah, kita sendiri yang melukis malam, kita sendiri yang menuliskan perumpamaan, hanya saja itu tak menjadi bumerang yang kembali. Keheningan yang menuju itu dan menganggapnya tak ada, ternyata sesuatu hal yang sulit. Benar apa yang Neruda ungkapkan pada bait-bait sajaknya. Tapi setidaknya, masing-masing dari kita masih bisa mendengar derai tawa walau suara-suara tak lagi saling menyentuh.

As my memory rest but never forget what i lost, Wake me up when september ends #GreenDay

Kenyataannya kita tidak sedang tidur, mungkin hanya raga, bukan Hati. Tapi bagaimana kalau kita balik kenyataannya. Saya membayangkan suatu tempat di mana orang-orang berduyun-duyun datang, ada yang berpasangan saling bergenggaman, ada yang berjalan sendiri dengan langkah pelan atau terburu-buru, melirik dan tersenyum dengan apa yang dilaluinya. Mereka menuju ke suatu tempat, sebuah tempat untuk tidur lalu bermimpi, dan tempat itu merupa taman dengan hamparan rerumputan yang hijau, ada bermacam wangi di sana. Setiap hari sepulang dari lelah bekerja mereka bermimpi bersama, saling mengaitkan, bebas memilih tentang apa, bahkan bisa mengatur sendiri apa yang akan dimimpikan saat tidur di tempat itu. Taman mimpi. Setiap hari mereka kembali. Untuk tidur, untuk bermimpi, untuk belajar pada mimpi yang telah diatur sendiri, untuk mendapatkan banyak pemaknaan hidup, untuk pergi bersekolah di sana, untuk berbagai pengalaman yang ada, berjalan keliling dunia, ke tempat-tempat indah, merasakan semua cita rasa masakan, bahkan merasakan bagaimana rasanya terbang, juga segala yang ada, semua. Dan ketika mereka terbangun, apa yang mereka alami di dalam mimpi itu terasa nyata, benar adanya, tak sedikitpun terlupa, that's real, lalu salah satu dari mereka ada yang berkata "So Amazing Italia" dan ketika merogoh saku kemejanya, ada foto mereka bersama di bawah menara pisa. Mimpi yang dibawa ke alam nyata. Mimpi yang bukan sekedar mimpi, tetapi mimpi yang juga nyata. Dan mereka mendapatkan itu semua ketika terbangun. Mari tersenyum untuk kebersamaan yang hanya ada di dalam mimpi.



Karena engkau adalah senja yang sabar, maka mataku kumataharikan, memejam pasti dan amat perlahan. #HasanAspahani

Senja sudah pasti datang, dan saat-saat kita menyambutnya, telah terlewati sebuah pagi yang berembun, siang yang meranggas, kejadian-kejadian yang seperti sekilas namun sudah pasti meninggalkan bekas, seperti senja yang ditunggu, seolah ingin menyampaikan bahwa Dunia ini memang lucu.

Selamat membuka pintu masa depan dengan mimpi dan kenangan.



Photo : Mat Kodak Club, Google, And Me



Batam - Kijang, September 2011

Comments